Nama : Rita Andiyani
NPM
: 27213833
Kelas : 4EB13
Bab 2 (Perilaku Etika dalam Bisnis)
1.
Lingkungan bisnis yang mempengaruhi perilaku etika
Tujuan
dari sebuah bisnis kecil adalah untuk tumbuh dan menghasilkan uang.Untuk
melakukan itu, penting bahwa semua karyawan di papan dan bahwa kinerja mereka
dan perilaku berkontribusi pada kesuksesan perusahaan.Perilaku karyawan,
bagaimanapun, dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal di luar bisnis.Pemilik
usaha kecil perlu menyadari faktor-faktor dan untuk melihat perubahan perilaku
karyawan yang dapat sinyal masalah.
·
Budaya Organisasi
Keseluruhan budaya perusahaan
dampak bagaimana karyawan melakukan diri dengan rekan kerja, pelanggan dan
pemasok. Lebih dari sekedar lingkungan kerja, budaya organisasi mencakup sikap
manajemen terhadap karyawan, rencana pertumbuhan perusahaan dan otonomi /
pemberdayaan yang diberikan kepada karyawan. "Nada di atas" sering
digunakan untuk menggambarkan budaya organisasi perusahaan. Nada positif dapat
membantu karyawan menjadi lebih produktif dan bahagia. Sebuah nada negatif
dapat menyebabkan ketidakpuasan karyawan, absen dan bahkan pencurian atau
vandalisme.
·
Ekonomi Lokal
Melihat seorang
karyawan dari pekerjaannya dipengaruhi oleh keadaan perekonomian setempat. Jika
pekerjaan yang banyak dan ekonomi booming, karyawan secara keseluruhan lebih
bahagia dan perilaku mereka dan kinerja cermin itu. Di sisi lain, saat-saat
yang sulit dan pengangguran yang tinggi, karyawan dapat menjadi takut dan cemas
tentang memegang pekerjaan mereka.Kecemasan ini mengarah pada kinerja yang
lebih rendah dan penyimpangan dalam penilaian. Dalam beberapa karyawan,
bagaimanapun, rasa takut kehilangan pekerjaan dapat menjadi faktor pendorong
untuk melakukan yang lebih baik.
·
Reputasi Perusahaan dalam Komunitas
Persepsi karyawan
tentang bagaimana perusahaan mereka dilihat oleh masyarakat lokal dapat
mempengaruhi perilaku. Jika seorang karyawan menyadari bahwa perusahaannya
dianggap curang atau murah, tindakannya mungkin juga seperti itu. Ini adalah
kasus hidup sampai harapan. Namun, jika perusahaan dipandang sebagai pilar
masyarakat dengan banyak goodwill, karyawan lebih cenderung untuk menunjukkan
perilaku serupa karena pelanggan dan pemasok berharap bahwa dari mereka.
·
Persaingan di Industri
Tingkat daya saing
dalam suatu industri dapat berdampak etika dari kedua manajemen dan karyawan,
terutama dalam situasi di mana kompensasi didasarkan pada pendapatan. Dalam
lingkungan yang sangat kompetitif, perilaku etis terhadap pelanggan dan pemasok
dapat menyelinap ke bawah sebagai karyawan berebut untuk membawa lebih banyak
pekerjaan. Dalam industri yang stabil di mana menarik pelanggan baru tidak
masalah, karyawan tidak termotivasi untuk meletakkan etika internal mereka
menyisihkan untuk mengejar uang.
2.
Kesaling-tergantungan Antara Bisnis dan Masyarakat
Alam
telah mengajarkan kebijaksanaan tentang betapa hubungan yang harmonis dan
kesalingtergantungan itu adalah amat penting. Manusia yang konon khalifah di
bumi, merasa sudah tidak membutuhkan manusia lainnya. Bukanlah
kesalingtergantungan yang dibina, melainkan ketergantungan yang terus diusung. Kesalingtergantungan
bekerja didasarkan pada relasi kesetaraan, egalitarianisme. Manusia
bekerjasama, bergotong-royong dengan sesamanya memegang prinsip kesetaraan.
Tidak akan tercipta sebuah gotong-royong jika manusia terlalu percaya kepada
keunggulan diri dibanding yang lain, entah itu keunggulan ras, agama, suku,
ekonomi dsb.
Di
abad yang lalu, orang-orang Eropa yang berasal dari Belanda, Inggris, Spanyol
dan Portugis mengunjungi Asia termasuk negeri ini muasalnya bertujuan untuk
berdagang dengan penduduk setempat. Mereka melakukan kerjasama bisnis dengan penduduk
lokal dan beberapa penguasa. Pada mulanya mereka menikmati peran sebagai
partnerbisnis, lambat laun peran ini dianggap tidak lagi menarik. Perbudakan
merupakan sesuatu yang tidak alami, menyalahi takdir sebagai manusia. Setiap
manusia berhak atas kebebasan. Namun pola perbudakan semacam itu kiranya tidak
lekang oleh zaman, meski bentuknya diubah sedikit supaya lebih beradab. Keadaan
demikian menciptakan kericuhan di dalam masyarakat karena tingkat kepatuhan
masyarakat menurun. Keamanan menjadi barang yang mahal. Kepergian para investor
karena merasa tidak aman memperparah perekonomian Indonesia. Dalam keadaan
collapse akhirnya kita memiliki ketergantungan yang tinggi kepada negara luar.
3.
Kepedulian Pelaku Bisnis Terhadap Etika
Pelaku
bisnis dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat, bukan hanya dalam
bentuk “uang” dengan jalan memberikan sumbangan, melainkan lebih kompleks lagi.
Artinya sebagai contoh kesempatan yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk
menjual pada tingkat harga yang tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus
menjadi perhatian dan kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan
kesempatan ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam keadaan
excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan dan memanifestasikan
sikap tanggung jawab terhadap masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa
dalam bentuk kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal
pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dsb.
4.
Perkembangan Dalam Etika Bisnis
Masa
etika bisnis menjadi fenomena global pada tahun 1990-an, etika bisnis telah
menjadi fenomena global dan telah bersifat nasional, internasional dan global
seperti bisnis itu sendiri. Etika bisnis telah hadir di Amerika Latin , ASIA,
Eropa Timur dan kawasan dunia lainnya. Di Jepang yang aktif melakukan kajian
etika bisnis adalah institute of moralogy pada universitas Reitaku di
Kashiwa-Shi. Di india etika bisnis dipraktekan oleh manajemen center of human
values yang didirikan oleh dewan direksi dari indian institute of manajemen di
Kalkutta tahun 1992.
Di indonesia sendiri
pada beberape perguruan tinggi terutama pada program pascasarjana telah
diajarkan mata kuliah etika isnis. Selain itu bermunculan pula organisasi-organisasi
yang melakukan pengkajian khusus tentang etika bisnis misalnya lembaga studi
dan pengembangan etika usaha indonesia (LSPEU Indonesia) di Jakarta.
5.
Etika Bisnis dan Akuntan
Dalam
menjalankan profesinya seorang akuntan di Indonesia diatur oleh suatu kode etik
profesi dengan nama kode etik Ikatan Akuntan Indonesia. Kode etik Ikatan
Akuntan Indonesia merupakan tatanan etika dan prinsip moral yang memberikan
pedoman kepada akuntan untuk berhubungan dengan klien, sesama anggota profesi
dan juga dengan masyarakat. Selain dengan kode etik akuntan juga merupakan alat
atau sarana untuk klien, pemakai laporan keuangan atau masyarakat pada umumnya,
tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikannya karena melalui serangkaian
pertimbangan etika sebagaimana yang diatur dalam kode etik profesi.
http://putriayuningsih0194.blogspot.co.id/2015/09/lingkungan-bisnis-yang-mempengaruhi.html
http://www.academia.edu/9025975/Manajemen_Keuangan_2_Derivatif_dan_Manajemen_Waktu_KELOMPOK_7_UNIVERSITAS_NEGERI_JAKARTA
Sumber :
0 komentar:
Posting Komentar