Pages

Pengantar Bisnis 7 #



Titik Impas (Break Even Point)

Setiap usaha bisnis didirikan dengan tujuan memperoleh laba. Laba dalam suatu bisnis merupakan tujuan utama dan pening dalam perusahaan. Keuntungan merupakan salah satu ukuran keberhasilan manajemen perusahaan dalam mengoperasikan suatu perusahaan. Mengingat upaya meraih laba tidak mudah, maka seluruh kegiatan harus direncanakan lebih dahulu dengan baik. Pihak manajemen suatu perusahaan harus mengerahkan dan mengarahkan seluruh unit dalam perusahaan untuk mencapai satu tujuan, yakni mendapat laba. Dengan demikian seluruh peserta dan unit usaha turut bertanggng jawab dalam mencapai tujuan bisnis tersebut.
            Terdapat beberapa faktor ekstern maupun intern yang dapat mempengaruhi tingkat laba yang diperoleh perusahaan, yakni :
  • Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang/jasa yang dicerminkan oleh harga pokok penjualan (HPP) atau harga pokok produksi (cost of goods sold)
  • Jumlah barang/jasa yang diproduksi dan dijual
  • Harga jual barang bersangkutan
Upaya meraih laba yang direncanakan perusahaan dipengaruhi oleh kegiatan unsur tesebut, sehingga pihak manajemen perusahaan harus berusaha mengendalikan ketiga hal tersebut.
Hal yang perlu diupayakan adalah agar seluruh barang yang diproduksi dapat dijual. Dalam rangka menentukan penghasilan, diasumsikan bahwa barang yang diproduksi habis terjual seluruhnya.
Pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba, upaya pihak manajemen dapat melakukan penekanan terhadap biaya ke tingkat biaya yang paling minimum. Di lain pihak volume penjualan barang/jasa dapat ditingkatkan ke tingkat yang paling maksimum, sehingga barang yang diproduksi habis terjual. Adapun penentuan harga jual ditetapkan dengan meraih tingkat keuntungan per-unit yang memadai, sehingga harga jualnya dapat dijangkau masyarakat-konsumen.
Usaha pihak manajemen perusahaan dalam upaya mencari  keuntungan tersebut harus didasarkan pada berapa jumlah barang yang harus diproduksi lalu dijual. Pada tahap perencanaan produksi, manajemen perusahaan harus menentukan lebih dahulu tingkat produksi yang paling minimum agar perusahaan tidak rugi. Dengan kata lain pada tahap awal perencanaan produksi harus di dasarkan kepada upaya jangan rugi atau minimal impas. Maksud dari impas adalah total penghasilan (total revenue) perusahaan sama dengan total biaya yang dikeluarkan ( TR = TC ).
Pengertian Break Even Point
  • Break even dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (penghasilan = total biaya). (Munawir, 1986)
  • Break Even Point adalah titik produksi, dimana hasil penjualan sama persis dengan total biaya produksi. (Alwi, 1993)

Pengertian Break Even Point Analysis (BEPA)
  • Analisa break even adalah suatu analisa untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisa break even ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan. (Munawir, 1986)
  • Dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya. (Alwi, 1993)

Break Even Point Analysis (BEPA) adalah analisis untuk menentukan hal-hal sebagai berikut:
·         Menentukan jumlah penjualan minimum yang harus dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat.
·         Selanjutnya menentukan jumlah penjualan yang harus dicapai untuk memperoleh laba yang telah direncanakan. Dapat diartikan bahwa tingkat produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut.
·         Mengukur dan menjaga agar penjualan tidak lebih kecil dari BEP. Sehingga tingkat produksi pun tidak kurang dari BEP.
·         Menganalisis perubahan harga jual, harga pokok dan besarnya hasil penjualan atau tingkat produksi.

Jadi, BEPA dapat dilihat dari aspek pemasaran dan aspek produksi. Dari aspek ”marketing” (pemasaran) BEP berarti volume penjualan di mana total penghasilan (TR) sama dengan total biaya (TC), sehinggga perusahaan dalam posisi tidak untung maupun tidak rugi.
Sedangkan bila ditinjau dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya.
Sehingga BEPA adalah alat perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan tingkat produksi, agar perusahaan secara minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya karena harus untung berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP.
Jadi, BEP bukan tujuan tetapi merupakan dasar penentuan kebijakan penjualan dari kebijakan produksi, sehingga operasi perusahaan dapat berpedoman dengan titik impas. Dengan kata lain, BEPA adalah alat menentukan kebijakan berproduksi dan upaya penjualan barang agar minimal tidak rugi, bahkan harus untung. (Prawirasentono, 1997)
Analisis titik impas pada prinsipnya hanya sekedar menetapkan pada tingkat penjualan dan produksi berapa unit sehingga terjadi titik impas, di mana total penghasilan sama dengan total biaya yang telah dikeluarkan.
Analisa break-even adalah suatu teknik analisa untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan volume kegiatan. Oleh karena analisa tersebut mempelajari hubungan antara biaya keuntungan - volume kegiatan, maka analisa tersebut sering pula disebut “Cost - Profit - Volume analysis (C.P.V. analysis). Dalam perencanaan keuntungan, analisa break-even merupakan “profit-planning approach” yang mendasarkan path hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan penjualan (revenue).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya variabel saja, maka tidak akan muncul masalah break-even dalam perusahaan tersebut. Masalah break-even baru muncul apabila suatu perusahaan di samping mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel secara totalitas akan berubah - ubah sesuai dengan perubahan volume produksi, sedangkan besarnya biaya tetap secara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun ada perubahan volume produksi.
Dalam mengadakan analisa break-even, digunakan asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:
  1. Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan biaya tetap.
  2. Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsionil dengan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah tetap sama.
  3. Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi/penjualan. ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
  4. Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.
  5. Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diprodusir lebih dan satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk atau “sales mix”-nya adalah tetap konstan.
Salah satu cara untuk menentukan break-even point adalah dengan membuat gambar break-even. Dalam gambar tersebut akan nampak garis-garis biaya tetap, biaya total yang menggambarkan jumlah biaya tetap dan biaya variabel, dan garis penghasilan penjualan.
Besarnya volume produksi/penjualan dalam unit nampak pada sumbu horizontal (sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan penjualan akan nampak pada sumbu ventikal (sumbu Y).
Dalam gambar break-even tersebut break-even point dapat ditentukan, yaitu pada titik di mana terjadi persilangan antara garis penghasilan penjualan dengan garis biaya total. dan Apabila titik tersebut kita tarik garis lurus vertikal ke bawah sampai sumbu X akan nampak besarnya break-even dalam unit. dan Kalau titik itu ditarik garus lurus horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan nampak besarnya break-even dalam rupiah.
Dalam menggambarkan garis biaya tetap dalam gambar break-even itu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan menggambarkan garis biaya tetap secara horizontal sejajar dengan sumbu X, atau dengan menggambarkan garis biaya tetap sejajar dengan garis biaya variabel. Pada cara yang kedua, besarnya “contribution margin” akan nampak pada gambar break-even tersebut.
Untuk jelasnya dapatlah diberikan contoh di bawah
Contoh 22.1
Suatu perusahaan bekerja dengan biaya tetap sebesar Rp300.000.OO. Biaya variabel per unit Rp40,00. Harga jual per unit Rpl00,00. Kapasitas produksi maksimal 10.000 unit. Dengan dua cara dalam menggambarkan garis biaya tetap, atas dasar data tersebut, kita dapat membuat dua gambar break-even seperti nampak di bawah ini.







Dari kedua gambar tersebut di atas nampak bahwa break-even point tecapai pada volume penjualan sebesar Rp500.000,00 atau dinyatakan dalam unit sebanyak 5.000 unit. Pada gambar 22.1.b. adalah lebih baik karena pada gambar tersebut nampak konsep “contribution margin”. Dalam gambar tersebut break-even point tercapai pada volume kegiatan di mana contribution margin (yaitu penghasilan penjualan minus biaya variabel) tepat sama besarnya dengan biaya tetap, yaitu pada volume penjualan Rp500.000,00 atau dalam unit sebanyak 5.000 unit.

Universitas Gunadarma 

Pengantar Bisnis 6 #




Masalah Persediaan Barang

Masalah persediaan Barang adalah masalah yang dihadapi oleh suatu perusahaan yang harus memutuskan berapa banyak harus dipesan setiap kali memesan dan kapan melakukan pemesanan untuk dapat memenuhi kebutuhan untuk produk-produknya. Masalah ini rumit karena adanya ketidakpastian kebutuhan dan ketidakpastian akan datangnya pasokan. Untuk memastikan bahwa barang yang dibutuhkan tetap tersedia meskipun menghadapi ketidakpastian itu biasanya diadakan persediaan cadangan ( Safety Stock). Besarnya persediaan cadangan ini biasanya dihitung dengan mempertimbangkan masa tunggu pasokan (Order Lead Time), penyimpangannya dan penyimpangan besarnya kebutuhan. Masalah ini masih dipersulit dengan adanya persoalan dimana lokasi geografis kebutuhan itu. Ini menimbulkan masalah dimana persediaan cadangan itu harus disimpan.

Banyak teman yang punya bisnis barang bangunan bulan-bulan terpaksa mengalami kerugian. Masalahnya beberapa item yang membutuhkan modal besar mengalami penurunan harga. Cilakanya, ketika stock masih banyak , harga udah turun duluan. Ini semua menjadi pelajaran tersendiri bagi pebisnis. Secara teori, persediaan memang harus dikelola. Sebabnya, persediaan itu mempengaruhi cashflow kita, ujung-ujungnya mempengaruhi performance keuangan bisnis juga. Bisnis saya di bidang bahan bangunan juga terpengaruh. Tapi selamat dari kerugian yang besar. (salah satu teman rugi ratusan juta rupiah karena stock besi ). Keberuntungan saya ini, karena dari awal saya menerapkan persedian barang yang pas. Tidak boleh berlebih dan tidak boleh kekurangan.

Mungkin tips ini ada gunanya :

1. Catat persediaan anda. Awasi keluar masuknya barang.

2. Perhatikan barang-barang  yang slow moving dan fast moving. Untuk slow moving jangan di stock terlalu banyak. Sedangkan fast moving jangan sampai kosong.

3. kalo supplier anda menawarkan diskon untuk sebuah produk, sedangkan stock anda masih banyak, sebaiknya tidak perlu melakukan order.

4. Mengatur persediaan sama dengan menyelamatkan cas flow anda.