Titik
Impas (Break Even Point)
Setiap
usaha bisnis didirikan dengan tujuan memperoleh laba. Laba dalam suatu bisnis
merupakan tujuan utama dan pening dalam perusahaan. Keuntungan merupakan salah satu ukuran keberhasilan
manajemen perusahaan dalam mengoperasikan suatu perusahaan. Mengingat upaya
meraih laba tidak mudah, maka seluruh kegiatan harus direncanakan lebih dahulu
dengan baik. Pihak manajemen suatu perusahaan harus mengerahkan dan mengarahkan
seluruh unit dalam perusahaan untuk mencapai satu tujuan, yakni mendapat laba.
Dengan demikian seluruh peserta dan unit usaha turut bertanggng jawab dalam
mencapai tujuan bisnis tersebut.
Terdapat
beberapa faktor ekstern maupun intern yang dapat mempengaruhi tingkat laba yang
diperoleh perusahaan, yakni :
- Besarnya biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang/jasa yang dicerminkan oleh harga pokok penjualan (HPP) atau harga pokok produksi (cost of goods sold)
- Jumlah barang/jasa yang diproduksi dan dijual
- Harga jual barang bersangkutan
Upaya meraih laba yang direncanakan perusahaan
dipengaruhi oleh kegiatan unsur tesebut, sehingga pihak manajemen perusahaan
harus berusaha mengendalikan ketiga hal tersebut.
Hal yang perlu diupayakan adalah agar seluruh barang yang
diproduksi dapat dijual. Dalam rangka menentukan penghasilan, diasumsikan bahwa
barang yang diproduksi habis terjual seluruhnya.
Pada faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat laba, upaya
pihak manajemen dapat melakukan penekanan terhadap biaya ke tingkat biaya yang
paling minimum. Di lain pihak volume penjualan barang/jasa dapat ditingkatkan
ke tingkat yang paling maksimum, sehingga barang yang diproduksi habis terjual.
Adapun penentuan harga jual ditetapkan dengan meraih tingkat keuntungan
per-unit yang memadai, sehingga harga jualnya dapat dijangkau
masyarakat-konsumen.
Usaha pihak manajemen perusahaan dalam upaya mencari keuntungan tersebut harus didasarkan pada
berapa jumlah barang yang harus diproduksi lalu dijual. Pada tahap perencanaan
produksi, manajemen perusahaan harus menentukan lebih dahulu tingkat produksi
yang paling minimum agar perusahaan tidak rugi. Dengan kata lain pada tahap
awal perencanaan produksi harus di dasarkan kepada upaya jangan rugi atau
minimal impas. Maksud dari impas adalah total penghasilan (total revenue)
perusahaan sama dengan total biaya yang dikeluarkan ( TR = TC ).
Pengertian Break Even Point
- Break even dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan tidak memperoleh laba dan tidak menderita rugi (penghasilan = total biaya). (Munawir, 1986)
- Break Even Point adalah titik produksi, dimana hasil penjualan sama persis dengan total biaya produksi. (Alwi, 1993)
Pengertian Break Even Point Analysis (BEPA)
- Analisa break even adalah suatu analisa untuk menentukan tingkat penjualan yang harus dicapai oleh suatu perusahaan agar perusahaan tersebut tidak menderita kerugian, tetapi juga belum memperoleh keuntungan. Dengan analisa break even ini juga akan diketahui berbagai tingkat keuntungan atau kerugian untuk berbagai tingkat penjualan. (Munawir, 1986)
- Dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun kerugian. Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan dan biaya dalam keadaan impas atau sama besarnya. (Alwi, 1993)
Break Even Point Analysis
(BEPA) adalah analisis untuk menentukan hal-hal sebagai berikut:
·
Menentukan jumlah penjualan minimum yang harus
dipertahankan agar perusahaan tidak mengalami kerugian. Jumlah penjualan
minimum ini berarti juga jumlah produksi minimum yang harus dibuat.
·
Selanjutnya menentukan jumlah penjualan yang
harus dicapai untuk memperoleh laba yang telah direncanakan. Dapat diartikan
bahwa tingkat produksi harus ditetapkan untuk memperoleh laba tersebut.
·
Mengukur dan menjaga agar penjualan tidak lebih
kecil dari BEP. Sehingga tingkat produksi pun tidak kurang dari BEP.
·
Menganalisis perubahan harga jual, harga pokok dan
besarnya hasil penjualan atau tingkat produksi.
Jadi, BEPA dapat dilihat
dari aspek pemasaran dan aspek produksi. Dari aspek ”marketing” (pemasaran) BEP
berarti volume penjualan di mana total penghasilan (TR) sama dengan total biaya
(TC), sehinggga perusahaan dalam posisi tidak untung maupun tidak rugi.
Sedangkan bila ditinjau
dari segi produksi, BEPA adalah titik yang menunjukkan tingkat produksi
barang/jasa yang dijual tetapi tidak memberikan keuntungan maupun kerugian.
Atau tingkat produksi barang/jasa dijual, di mana total penghasilan dan biaya
dalam keadaan impas atau sama besarnya.
Sehingga BEPA adalah alat
perencanaan penjualan, sekaligus perencanaan tingkat produksi, agar perusahaan
secara minimal tidak mengalami kerugian. Selanjutnya karena harus untung
berarti perusahaan harus berproduksi di atas BEP.
Jadi, BEP bukan tujuan
tetapi merupakan dasar penentuan kebijakan penjualan dari kebijakan produksi,
sehingga operasi perusahaan dapat berpedoman dengan titik impas. Dengan kata
lain, BEPA adalah alat menentukan kebijakan berproduksi dan upaya penjualan
barang agar minimal tidak rugi, bahkan harus untung. (Prawirasentono, 1997)
Analisis titik impas pada
prinsipnya hanya sekedar menetapkan pada tingkat penjualan dan produksi berapa
unit sehingga terjadi titik impas, di mana total penghasilan sama dengan total
biaya yang telah dikeluarkan.
Analisa break-even adalah suatu teknik analisa
untuk mempelajari hubungan antara biaya tetap, biaya variabel, keuntungan dan
volume kegiatan. Oleh karena analisa tersebut mempelajari hubungan antara biaya
keuntungan - volume kegiatan, maka analisa tersebut sering pula disebut “Cost -
Profit - Volume analysis (C.P.V. analysis). Dalam perencanaan keuntungan,
analisa break-even merupakan “profit-planning approach” yang mendasarkan path
hubungan antara biaya (cost) dan penghasilan penjualan (revenue).
Apabila suatu perusahaan hanya mempunyai biaya
variabel saja, maka tidak akan muncul masalah break-even dalam perusahaan
tersebut. Masalah break-even baru muncul apabila suatu perusahaan di samping
mempunyai biaya variabel juga mempunyai biaya tetap. Besarnya biaya variabel
secara totalitas akan berubah - ubah sesuai dengan perubahan volume produksi,
sedangkan besarnya biaya tetap secara totalitas tidak mengalami perubahan meskipun
ada perubahan volume produksi.
Dalam mengadakan analisa break-even, digunakan
asumsi-asumsi dasar sebagai berikut:
- Biaya di dalam perusahaan dibagi dalam golongan biaya variabel dan golongan biaya tetap.
- Besarnya biaya variabel secara totalitas berubah-ubah secara proporsionil dengan volume produksi/penjualan. Ini berarti bahwa biaya variabel per unitnya adalah tetap sama.
- Besarnya biaya tetap secara totalitas tidak berubah meskipun ada perubahan volume produksi/penjualan. ini berarti bahwa biaya tetap per unitnya berubah-ubah karena adanya perubahan volume kegiatan.
- Harga jual per unit tidak berubah selama periode yang dianalisa.
- Perusahaan hanya memproduksi satu macam produk. Apabila diprodusir lebih dan satu macam produk, perimbangan penghasilan penjualan antara masing-masing produk atau “sales mix”-nya adalah tetap konstan.
Salah satu cara untuk menentukan break-even
point adalah dengan membuat gambar break-even. Dalam gambar tersebut akan
nampak garis-garis biaya tetap, biaya total yang menggambarkan jumlah biaya
tetap dan biaya variabel, dan garis penghasilan penjualan.
Besarnya volume produksi/penjualan dalam unit
nampak pada sumbu horizontal (sumbu X) dan besarnya biaya dan penghasilan
penjualan akan nampak pada sumbu ventikal (sumbu Y).
Dalam gambar break-even tersebut break-even
point dapat ditentukan, yaitu pada titik di mana terjadi persilangan antara
garis penghasilan penjualan dengan garis biaya total. dan Apabila titik
tersebut kita tarik garis lurus vertikal ke bawah sampai sumbu X akan nampak
besarnya break-even dalam unit. dan Kalau titik itu ditarik garus lurus
horizontal ke samping sampai sumbu Y, akan nampak besarnya break-even dalam
rupiah.
Dalam menggambarkan garis biaya tetap dalam
gambar break-even itu dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan
menggambarkan garis biaya tetap secara horizontal sejajar dengan sumbu X, atau
dengan menggambarkan garis biaya tetap sejajar dengan garis biaya variabel.
Pada cara yang kedua, besarnya “contribution margin” akan nampak pada gambar
break-even tersebut.
Untuk jelasnya dapatlah diberikan contoh di
bawah
Contoh 22.1
Suatu perusahaan bekerja dengan biaya tetap
sebesar
Rp300.000.OO. Biaya variabel per unit Rp40,00. Harga jual per unit Rpl00,00. Kapasitas produksi
maksimal 10.000 unit. Dengan dua cara dalam menggambarkan garis biaya tetap,
atas dasar data tersebut, kita dapat membuat dua gambar break-even seperti
nampak di bawah ini.
Dari kedua gambar tersebut di
atas nampak bahwa break-even point tecapai pada volume penjualan sebesar
Rp500.000,00 atau dinyatakan dalam unit sebanyak 5.000 unit. Pada gambar
22.1.b. adalah lebih baik karena pada gambar tersebut nampak konsep
“contribution margin”. Dalam gambar tersebut break-even point tercapai pada
volume kegiatan di mana contribution margin (yaitu penghasilan penjualan minus
biaya variabel) tepat sama besarnya dengan biaya tetap, yaitu pada volume
penjualan Rp500.000,00 atau dalam unit sebanyak 5.000 unit.
Universitas Gunadarma
Universitas Gunadarma